Mihrob garapanku

Hasil Karya di Beberapa tempat Berbeda

Contoh Desain Ayat Digital

Pada Bentuk Memanjang

Motif Kubah Maroko

Pada Masjid Jejawi Palembang Berlatar warna Biru Domoinan

Begron Latar MTQ Lampung Barat

Bersama Para Kaligrafer Lampung.

Desain Mihrob Digital

Contoh Desain Dalam Garapan Masjid

Selasa, 27 Mei 2014

Makalah Pengelolaan Guru

BAB I
 PENDAHULUAN


A. Latar Belakang

Masalah pokok yang dihadapi Para pendidik, baik pemula maupun yang sudah berpengalaan adalah pengelolaan guru. Aspek yang paling sering didiskusikan oleh para penulis professional dan oleh para pengajar adalah juga pengelolaan guru. Guru merupakan salah satu kunci keberhasilan pendidikan. Karena itu seorang guru harus benar-benar profesional dalam menjalankan tugas dan fungsinya Mengapa demikian? Jawabannya sederhana, Pengelolaan merupakan masalah tingkah laku yang kompleks, dan guru menggunakannya untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi kelas sedemikian rupa sehingga anak didik dapat mencapai tujuan pengajaran secara efesien secara dan memungkinkan mereka untuk belajar. Dengan demikian pengelolaan guru yang efektif adalah syarat bagi pengajaran yang efektif. Tugas utama yang paling sulit bagi guru adalah pengelolaan guru itu sendiri, lebih-lebih tidak ada satu pun pendekatan yang dikatakan paling baik.
Suatu kondisi belajar yang optimal dapat tercapai jika guru mampu mengatur anak didik dan sarana pengajaran serta mengendalikannya dalam suasana yang menyenangkan untuk mencapai tujuan pengajaran. Juga hubungan interpersonal yang baik antara guru dan anak didik, merupakan syarat pengelolaan guru. Sebagai tugas guru yang profesional mengandung pengertian bahwa tugas tersebut harus dilakukan berdasarkan etika yang disepakati di kalangan pelakunya, yang secara moral mengikat pemikiran, sikap, dan perilaku profesional itu Pengelolaan guru yang efektif merupakan prasyarat mutlak bagi terjadinya proses belajar mengajar yang efektif. 
Dalam makalah ini kami akan membahas mengenai beberapa hal yang berkaitan dengan peran guru dalam keprofesian . Adapaun pokok bahasannya mengenai, guru yang profesional, peran dan tugas guru dalam menjalani kode etiknya.

B. Rumusan Masalah.

Dari latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka penulis merumuskan masalahnya adalah sebagai berikut:

1. Apasaja konsep profesi keguruan?.
2. Bagaimana Pengembangan sikap professional?
3. Apasaja yang menjadi Kode etik profesi keguruan?

C.    Tujuan Makalah

Dalam penulisan makalah ini bertujuan agar mahasiswa mengetahui dan memahami pengelolaan guru sebagai berikut:

1. Memahami konsep-konsep profesi keguruan.
2. Memahami tugas dan fungsi guru sebagai tenaga profesional pendidikan.
3. Memahami kode etik sebagai seorang guru.

D.  Metode Penulisan

Adapun metode penulisan yang penulis gunakan dalam menyusun makalah ini adalah metode library research. yang mana penulis menggunakan buku-buku dari perpustakaan sebagai bahan referensi dan dari internet dimana penulis mencari literatur yang sesuai dengan materi yang di kupas dalam makalah ini dan penulis menyimpulkannya dalam bentuk makalah.


BAB II 
PEMBAHASAN


1. Konsep Profesi Keguruan 

Pengertian Profesi

Profesi adalah kata serapan dari sebuah kata dalam bahasa Inggris "Profess", yang dalam bahasa Yunani adalah"Επαγγελια", yang bermakna: "Janji untuk memenuhi kewajiban melakukan suatu tugas khusus secara tetap/permanen".
Profesi adalah pekerjaan yang membutuhkan  pelatihan dan penguasaan terhadap suatu pengetahuan khusus. Suatu profesi biasanya memiliki asosiasi profesi, kode etik, serta proses sertifikasi dan lisensi yang khusus untuk bidang profesi tersebut. Contoh profesi adalah pada bidang hukum, kedokteran, keuangan, militer, teknik desainer, tenaga pendidik. Seseorang yang memiliki suatu profesi tertentu, disebut profesional. Walaupun begitu, istilah profesional juga digunakan untuk suatu aktivitas yang menerima bayaran, sebagai lawan kata dari amatir. Contohnya adalah petinju profesional menerima bayaran untuk pertandingan tinju yang dilakukannya, sementara olahraga tinju sendiri umumnya tidak dianggap sebagai suatu profesi.
Sedangkan menurut Ornstein dan Levine (1984) menyatakan bahwa profesi itu adalah jabatan yang sesuai dengan pengertian profesi di bawah ini:
a) Melayani masyarakat merupakan karir yang akan dilaksanakan sepanjang hayat (tidak berganti-ganti pekerjaan)
b) Memerlukan bidang ilmu dan keterampilan tertentu di luar jangkauan khalayakn ramai (tidak setiap orang dapat melakukannya)
c) Menggunakan hasil penelitian dan aplikasi dari teori ke praktek (teori baru dikembangkan dari penelitian)
d) Memerlukan pelatihan khusus dengan waktu yang panjang
e) Terkendali berdasarkan lisensi baku dan mempunyai persyaratan masuk (untuk menduduki jabatan tersebut memerlukan izin tertentu atau ada persyaratan khusus yang ditentukan untuk dapat mendudukinya)
f) Otonomi dalam membuat keputusan tentang ruang lingkup kerja tertentu (tidak diatur oleh orang lain)
g)   Bertanggungjawab langsung terhadap apa yang diputuskannya, tidap dipindahkan ke atasan atau instansi yang lebih tinggi dan mempunyai sekumpulan unjuk kerja yang baku
h) Mempunyai komitmen terhadap jabatan dan klien; dengan penekanan terhadap layanan yang diberikan
i)  Mempunyai organisasi yang diatur oleh anggota profesi sendiri
j) Menggunakan administrasi untuk memudahkan profesinya;  relatif bebas dari supervis dalam jabatan
k) Mempunyai asosiasi profesi dan atau kelompok elit untuk mengetahui dan mengakui keberhasilan anggotanya
l) Mempunyai kode etik untuk menjelaskan hal-hal yang meragukan atau menyangsikan yang  berhubungan degan layanan yang diberikan
m) Mempunyai kadar kepercayaan yang tinggi dari publik dan kepercayaan dari setiap anggotanya
n) Mempunyai status sosial dan ekonomi yang tinggi 
b. Profesi :
-  Mengandalkan suatu keterampilan atau keahlian khusus.
- Dilaksanakan sebagai suatu pekerjaan atau kegiatan utama (purna waktu).
- Dilaksanakan sebagai sumber utama nafkah hidup.
- Dilaksanakan dengan keterlibatan pribadi yang mendalam.
c. Profesional :
-  Orang yang tahu akan keahlian dan keterampilannya.
- Meluangkan seluruh waktunya untuk pekerjaan atau kegiatannya itu.
- Hidup dari situ. 
- Bangga akan pekerjaannya
d. Ciri-Ciri Profesi:
Secara umum ada beberapa cirri-ciri atau sifat yang selalu melekat pada profesi, yaitu :
1. Adanya pengetahuan khusus, yang biasanya keahlian dan keterampilan ini dimiliki berkat pendidikan, pelatihan dan pengalaman yang bertahun-tahun.
2. Adanya kaidah dan standar moral yang sangat tinggi. Hal ini biasanya setiap pelaku profesi mendasarkan kegiatannya pada kode etik profesi.
3. Mengabdi pada kepentingan masyarakat, artinya setiap pelaksana profesi harus meletakkan kepentingan pribadi di bawah kepentingan masyarakat.
4. Ada izin khusus untuk menjalankan suatu profesi. Setiap profesi akan selalu berkaitan dengan kepentingan masyarakat, dimana nilai-nilai kemanusiaan berupakeselamatan, keamanan, kelangsungan hidup dan sebagainya, maka untuk menjalankan suatu profesi harus terlebih dahulu ada izin khusus.
5. Kaum profesional biasanya menjadi anggota dari suatu profesi.
Dengan melihat ciri-ciri umum profesi di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa kaum profesional adalah orang-orang yang memiliki tolak ukur perilaku yang berada di atas rata-rata. 
Di satu pihak ada tuntutan dan tantangan yang sangat berat, tetapi di lain pihak ada suatu kejelasan mengenai pola perilaku yang baik dalam rangka kepentingan masyarakat. Seandainya semua bidang kehidupan dan bidang kegiatan menerapkan suatu standar profesional yang tinggi, bisa diharapkan akan tercipta suatu kualitas masyarakat yang semakin baik.

e. Prinsip - Prinsip Etika Profesional :
1.Tanggung jawab Terhadap pelaksanaan pekerjaan itu dan terhadap hasilnya.
- Terhadap dampak dari profesi itu untuk kehidupan orang lain atau masyarakat pada umumnya.
2. Keadilan. Prinsip ini menuntut kita untuk memberikan kepada siapa saja apa yang menjadi haknya.
3. Otonomi. Prinsip ini menuntut agar setiap kaum profesional memiliki dan di beri kebebasan dalam menjalankan profesinya.

f. Syarat – Syarat Suatu Profesi :

Melibatkan kegiatan intelektual.
- Menggeluti suatu batang tubuh ilmu yang khusus.
- Memerlukan persiapan profesional yang alam dan bukan sekedar latihan.
- Memerlukan latihan dalam jabatan yang berkesinambungan.
- Menjanjikan karir hidup dan keanggotaan yang permanen.
- Mementingkan layanan di atas keuntungan pribadi.
- Mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat.
B. Pengertian dan Syarat-syarat Profesi Keguruan

1. Profesi Keguruan
Guru adalah sebuah profesi, sebagaimana profesi lainnya merujuk pada pekerjaan atau jabatan yang menuntut keahlian, tanggung jawab, dan kesetiaan. Suatu profesi tidak bisa di lakukan oleh sembarang orang yang tidak dilatih atau dipersiapkan untuk itu. Suatu profesi umumnya berkembang dari pekerjaan (vocational), yang kemudian berkembang makin matang serta ditunjang oleh tiga hal: keahlian, komitmen, dan keterampilan, yang membentuk sebuah segitiga sama sisi yang di tengahnya terletak profesionalisme.
Senada dengan itu, secara implisit, dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan, bahwa guru adalah : tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi (pasal 39 ayat 1).
Menurut Dedi Supriadi (1999), profesi kependidikan dan/atau keguruan dapat disebut sebagai profesi yang sedang tumbuh (emerging profession) yang tingkat kematangannya belum sampai pada apa yang telah dicapai oleh profesi-profesi tua (old profession) seperti: kedokteran, hukum, notaris, farmakologi, dan arsitektur. Selama ini, di Indonesia, seorang sarjana pendidikan atau sarjana lainnya yang bertugas di institusi pendidikan dapat mengajar mata pelajaran apa saja, sesuai kebutuhan/ kekosongan/ kekurangan guru mata pelajaran di sekolah itu, cukup dengan “surat tugas” dari kepala sekolah.
Pada dasarnya profesi guru adalah profesi yang sedang tumbuh. Walaupun ada yang berpendapat bahwa guru adalah jabatan semiprofesional, namun sebenarnya lebih dari itu. Hal ini dimungkinkan karena jabatan guru hanya dapat diperoleh pada lembaga pendidikan yang lulusannya menyiapkan tenaga guru, adanya organisasi profesi, kode etik dan ada aturan tentang jabatan fungsional guru (SK Menpan No. 26/1989).
Usaha profesionalisasi merupakan hal yang tidak perlu ditawar-tawar lagi karena uniknya profesi guru. Profesi guru harus memiliki berbagai kompetensi seperti kompetensi profesional, personal dan sosial.
Jabatan guru dilatarbelakangi oleh adanya kebutuhan tenaga guru. Kebutuhan ini meningkat dengan adanya lembaga pendidikan yang menghasilkan calon guru untuk menghasilkan guru yang profesional. Pada masa sekarang ini LPTK menjadi satu-satunya lembaga yang menghasilkan guru. Walaupun jabatan profesi guru belum dikatakan penuh, namun kondisi ini semakin membaik dengan peningkatan penghasilan guru, pengakuan profesi guru, organisasi profesi yang semakin baik, dan lembaga pendidikan yang menghasilkan tenaga guru sehingga ada sertifikasi guru melalui Akta Mengajar. Organisasi profesi berfungsi untuk menyatukan gerak langkah anggota profesi dan untuk meningkatkan profesionalitas para anggotanya. Setelah PGRI yang menjadi satu-satunya organisasi profesi guru di Indonesia, kemudian berkembang pula organisasi guru sejenis (MGMP).
Khusus untuk jabatan guru, National Education Association (NEA) (1948) menyarankan kriteria berikut:
a) Jabatan yang melibatkan kegiatan intelektual.
b) Jabatan yang menggeluti suatu batang tubuh ilmu yang khusus.
c) Jabatan yang memerlukan persiapan profesional yang lama.
d) Jabatan yang memerlukan latihan dalam jabatan yang berkesinambungan
e) Jabatan yang  menjanjikan karir hidup dan keanggotaan yang permanen
f) Jabatan yang menentukan baku (standarnya) sendiri.
g) Jabatan yang lebih mementingkan layanan di atas keuntungan pribadi
h) Jabatan yang mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat.

2. Pengertian Sikap Profesional Guru

Guru sebagai pendidik profesional mempunyai citra yang baik di masyarakat apabila dapat menunjukkan sikap yang baik sehingga dapat dijadikan panutan bagi lingkungannya, yaitu cara guru meningkatkan pelayanannya, meningkatkan pengetahuannya, memberi arahan dan dorongan kepada anak didiknya dan cara guru berpakaian, berbicara, bergaul baik dengan siswa, sesama guru, serta anggota masyarakat.
Menurut Walgito (dalam Deden, 2011), sikap adalah gambaran kepribadian seseorang yang terlahir melalui gerakan fisik dan tanggapan pikiran terhadap suatu keadaan atau suatu objek, sedangkan Berkowitz (dalam Deden, 2011) mendefinisikan “sikap seseorang pada suatu objek adalah perasaan atau emosi, dan faktor kedua adalah respon atau kecenderungan untuk bereaksi”. Sebagai reaksi, maka sikap selalu berhubungan dengan dua alternatif, yaitu senang (like) atau tidak senang (dislike), menurut dan melaksanakan atau menghindari sesuatu.
Guru sebagai suatu profesi dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 Pasal 1 ayat (1) tentang guru dan dosen adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Lebih lanjut, Sagala (dalam Deden, 2011), menegaskan bahwa, guru yang memenuhi standar adalah guru yang memenuhi kualifikasi yang dipersyaratkan dan memahami benar apa yang harus dilakukan, baik ketika di dalam maupun di luar kelas.
Dari pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan, guru yang profesional adalah guru yang kompeten menjalankan profesi keguruannya dengan kemampuan tinggi. Untuk memahami beratnya profesi guru karena harus memiliki keahlian ganda berupa keahlian dalam bidang pendidikan dan keahlian dalam bidang studi yang diajarkan, maka Kellough (dalam Deden, 2011) mengemukakan profesionalisme guru antara lain sebagai berikut.
1.Menguasai pengetahuan tentang materi pelajaran yang diajarkan.
2. Guru merupakan anggota aktif organisasi profesi guru, membaca jurnal profesional, melakukan dialog sesama guru, mengembangkan kemahiran metodologi, membina siswa dan materi pelajaran.
3. Memahami proses belajar dalam arti siswa memahami tujuan belajar, harapan-harapan, dan prosedur yang terjadi di kelas.
4. Mengetahui cara dan tempat memperoleh pengetahuan.
5. Melaksanakan perilaku sesuai sesuai model yang diinginkan di depan kelas.
6. Memiliki sikap terbuka terhadap perubahan, berani mengambil resiko, dan siap bertanggung jawab.
7. Mengorganisasikan kelas dan merencanakan pembelajaran secara cermat.

Walaupun segala perilaku guru selalu diperhatikan masyarakat, tetapi yang akan dibicarakan dalam bagian ini adalah khusus perilaku guru yang berhubungan dengan profesinya. Hal ini berhubungan dengan pola tingkah laku dalam memahami, menghayati serta mengamalkan sikap kemampuan dan sikap profesionalnya. Pola tingkah laku guru yang berhubungan dengan itu akan dibicarakan sesuai dengan sasarannya.

A. Pengertian Kinerja Profesional Guru.

Kinerja profesional terdiri dari dua kata, yaitu kinerja dan profesional. Istilah kinerja sering diidentikkan dengan istilah prestasi. Istilah kinerja atau prestasi merupakan pengalih bahasaan dari kata Inggris ‘performance’. Terdapat beberapa pengertian mengenai kinerja dalam Utami (2011), yaitu sebagai berikut.
1. Mangkunegara mendefinisikan kinerja adalah hasil kerja yang secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
2. Sulistiyani dan Rosidah menyatakan kinerja seseorang merupakan kombinasi dari kemampuan, usaha, dan kesempatan yang dapat dinilai dari hasil kerjanya.
3. Bernandin dan Russell mengemukakan kinerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan, serta waktu.

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, definisi kinerja sebagai hasil kerja yang dicapai oleh individu yang disesuaikan dengan peran atau tugas individu tersebut dalam suatu organisasi pada suatu periode tertentu, yang dihubungkan dengan suatu ukuran nilai atau standar tertentu dari organisasi di mana individu tersebut bekerja.

B.  Sikap Profesional Guru

Secara umum, sikap profesional seorang guru dilihat dari faktor luar. Akan tetapi, hal tersebut belum mencerminkan seberapa baik potensi yang dimiliki guru sebagai seorang tenaga pendidik. Menurut PP No. 74 Tahun 2008 pasal 1.1 Tentang Guru dan UU. No. 14 Tahun 2005 pasal 1.1 Tentang Guru dan Dosen, guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalar pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.

Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, dan kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi (UU. No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen pasal 1.4). Guru sebagai pendidik professional dituntut untuk selalu menjadi teladan bagi masyarakat di sekelilingnya. Berikut dijelaskan tujuh sikap profesional guru (dalam Ady, 2009).

1. Sikap Pada Peraturan

Pada butir sembilan Kode Etik Guru Indonsia disebutkan bahwa guru melaksanakan segala kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan. Kebijaksanaan pendidikan di negara kita dipegang oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan melalui ketentuan-ketentuan dan peraturan-peraturan yang harus dilaksanakan oleh aparatur dan abdi negara. Guru mutlak merupakan unsur aparatur dan abdi negara. Karena itu guru harus`mengetahui dan melaksanakan kebijakan-kebijakan yang ditetapkan. 

2. Sikap Terhadap Organisasi Profesi

Dalam UU. No 14 Tahun 2005 pasal 7.1.i disebutkan bahwa guru harus memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru. Sedangkan dalam Pasal 41.3 dipaparkan bahwa guru wajib menjadi anggota organisasi profesi. Ini berarti setiap guru di Indonesia harus tergabung dalam suatu organisasi yang berfungsi sebagai wadah usaha untuk membawakan misi dan memantapkan profesi guru. Di Indonesia organisasi ini disebut dengan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI).

3. Sikap Terhadap Teman Sejawat

Dalam ayat Kode Etik Guru disebutkan bahwa guru memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan sosial. Ini berarti sebagai berikut.
a. Guru hendaknya menciptakan dan memelihara hubungan sesama guru dalam lingkungan kerjanya.
b. Guru hendaknya menciptakan dan memelihara semangat kekeluargaan dan kesetiakawanan sosial di dalam dan di luar lingkungan kerjanya.

4. Sikap Terhadap Anak Didik

Dalam Kode Etik Guru Indonesia disebutkan bahwa guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya berjiwa Pancasila”. Dasar ini mengandung beberapa prinsip yang harus dipahami seorang guru dalam menjalankan tugasnya sehari-hari, yakni: tujuan pendidikan nasional, prinsip membimbing, dan prinsip pembentukan manusia Indonesia yang seutuhnya.

Tujuan Pendidikan Nasional sesuai dengan UU. No. 2/1989 yaitu membentuk manusia Indonesia seutuhnya berjiwa Pancasila. Prinsip yang lain adalah membimbing peserta didik, bukan mengajar, atau mendidik saja. Pengertian membimbing seperti yang dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara yaitu ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, dan tut wuri handayani. Kalimat ini mengindikasikan bahwa pendidikkan harus memberi contoh, harus dapat memberikan pengaruh, dan harus dapat mengendalikan peserta didik.


5. Sikap Tempat Kerja

Untuk menyukseskan proses pembelajaran guru harus bisa menciptakan suasana kerja yang baik, dalam hal ini adalah suasana sekolah. Dalam kode etik dituliskan bahwa guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses belajar mengajar. Oleh sebab itu, guru harus aktif mengusahakan suasana baik itu dengan berbagai cara, baik dengan penggunaan metode yang sesuai, maupun dengan penyediaan alat belajar yang cukup, serta pengaturan organisasi kelas yang mantap, ataupun pendekatan lain yang diperlukan.

6. Sikap Terhadap Pemimpin

Sebagai salah seorang anggota organisasi, baik organisasi guru maupun yang lebih besar, guru akan selalu berada dalam bimbingan dan pengawasan pihak atasan. Dari organisasi guru, ada strata kepemimpinan mulai dari cabang, daerah, sampai ke pusat. Begitu juga sebagai anggota keluarga besar depdikbud, ada pembagian pengawasan mulai dari kepala sekolah, kakandep, dan seterusnya sampai kementeri pendidikan dan kebudayaan. Oleh karena itu, dapat disimpulkan sikap seorang guru terhadap pemimpin harus positif dan loyal terhadap pimpinan.

7. Sikap Terhadap pekerjaan

Dalam undang-undang No.14 Tahun 2005 pasal 7 ayat 1, tentang guru dan dosen, disebutkan profesi guru dan dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsi psebagai berikut.
a. Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme
b. Memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia

Berdasarkan pasal 7 ayat 1, disebutkan guru sebagai tenaga pendidik memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat. Untuk meningkatkan mutu profesi, guru dapat melakukan secara formal maupun informal. Secara formal, guru dapat mengikuti berbagai pendidikan lanjutan atau kursus yang sesuai dengan bidang tugas, keinginan dan waktunya. Pada umumnya, bagi guru yang telah berstatus sebagai PNS, pemerintah memberikan dukungan anggaran yang digunakan untuk meningkatkan kualifikasi akademik dan sertifikasi pendidik bagi guru ( Pasal 13 Ayat 1 ). Secara informal, guru dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan melalui media massa ataupun membaca buku teks dan pengetahuan lainnya.




C. Pengembangan Sikap Profesional

Dalam rangka meningkatkan mutu, baik mutu profesional maupun layanannya, guru harus meningkatkan sikap profesionalnya. Ini berarti bahwa ketujuh sasaran penyikapan yang telah dibicarakan harus selalu dipupuk dan dikembangkan. Hal tersebut dapat dilakukan baik dalam pendidikan prajabatan maupun setelah bertugas (dalam jabatan), yaitu sebadai berikut (dalam Soetjipto dan Kosasi, Raflis. 1994).
Pengembangan sikap profesional dapat dilakukan baik selagi dalam pendidikan prajabatan maupun setelah bertugas (dalam jabatan):

1. Pengembangan Sikap Selama Pendidikan Prajabatan

Dalam pendidikan prajabatan, calon guru dididik dalam berbagai pengetahuan, sikap dan keterampilan yang diperlukan dalam pekerjaannya nanti. Karena tugasnya yang unik, guru selalu menjadi panutan siswanya, dan bahkan bagi masyarakat sekelilingnya. Karena itu, bagaimana guru bersikap terhadap pekerjaan dan jabatannya selalu menjadi perhatian siswa dan masyarakat.

Pembentukan sikap yang baik tidak mungkin muncul begitu saja, tetapi harus dibina sejak calon guru memulai pendidikannya di lembaga pendidikan guru. Berbagai usaha dan latihan, contoh-contoh dan aplikasi penerapan ilmu, keterampilan dan bahkan sikap profesional dirancang dan dilaksanakan selama calon guru berada dalam pendidikan prajabatan. Sering juga pembentukan sikap tertentu terjadi sebagai hasil sampingan (by product) dari pengetahuan yang diperoleh calon guru.  Pembentukan sikap juga dapat diberikan dengan memberikan pengetahuan, pemahaman, dan penghayatan khusus yang direncanakan.

2. Pengembangan Sikap Selama dalam Jabatan

Pengembangan sikap profesional tidak berhenti apabila calon guru selesai mendapatkan pendidikan prajabatan. Banyak usaha yang dapat dilakukan dalam rangka peningkatan sikap profesional keguruan dalam masa pengabdiannya sebagai guru. Peningkatan ini dapat dilakukan dengan cara formal melalui kegiatan mengikuti penataran, lokakarya, seminar, atau kegiatan ilmiah lainnya, ataupun secara informal melalui media massa televisi, radio, koran, dan majalah maupun publikasi lainnya. Kegiatan ini selain dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan, sekaligus dapat juga meningkatkan sikap profesional guru.

C. Kode Etik Profesi Keguruan

1. Pengertian Kode Etik

a) Menurut undang-undang no. 8 tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian pasal 28. Undang-undang ini jelas menyatakan bahwa pegawai negeri sipil mempunyai kode etik sebagai pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan di dalam dan di luar kedinasan. Dalam penjelasan undang-undang tersebut dinyatakan bahwa dengan adanya kode etik ini, pegawai negeri sipil sebagai aparatur negara, abdi negara, dan abdi masyarakat mempunyai pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan dalam melaksanakan tugasnya dan dalam pergaulan hidup sehari-hari, serta digariskan pula prinsip-prinsip pokok tentang pelaksanaan tugas dan tanggungjawab pegawai negeri. Jadi, kode etik merupakana pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan di dalam melaksanakan tugas dan dalam hidup sehari-hari.
b) Dalam pembukaan Kongres PGRI XIII,  Basuni sebagai Ketua Umum PGRI menyatakan bahwa kode etik guru Indonesia merupakan landasan moral dan pedoman tingkah laku guru warga PGRI dalam melaksanakan panggilan pengabdiannya bekerja sebagai kesimpulan bahwa dalam kode etik guru Indonesia terhadap dua unsur pokok, yakni (1)  sebagai landasan moral, (2) sebagai pedoman tingkah laku.

2. Tujuan Kode Etik

Adapun dibuatnya aturan tentang kode etik agar seorang guru mengetahui norma-norma dan aturan dalm menjalankan profesi keguruanya adalah sebagai berikut:

a) Untuk menjunjung tinggi martabat profesi
b)Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggotanya
c) Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi
d) Untuk meningkatkan mutu profesi
e) Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi

2. Sanksi Pelanggaran Kode Etik.
Sangsi dari pelanggaran kode etik dari seorang guru yang melakukan kesalahan juga diatur dalam pelaturan diantaranya:
Sanksi terhadap pelanggaran kode etik adalah sanksi moral. Barangsiapa melanggar kode etik akan mendapat celaan dari rekan-rekannya, dan sanksi terberat adalah si pelanggar dikeluarkan dari organisasi profesi. Adanya kode etik dalam suatu organisasi profesi tertentu, menandakan bahwa organisasi profesi itu telah mantap.
3. Kode Etik Guru Indonesia
Kode etik guru Indonesia ditetapkan dalam suatu kongres yang dihadiri oleh seluruh utusan Cabang dan Pengurus Daerah PGRI dari seluruh penjuru tanah air, pertama dalam kongres XIII di Jakarta tahun 1973, dan disempurnakan dalam Kongres PGRI XVI tahun 1989 juga di Jakarta. Adapun teks Kode Etik Guru Indonesia yang telah disempurnakan tersebut adalah sebagai berikut:
4. KODE ETIK GURU INDONESIA
Guru Indonesia menyadari, bahwa pendidikan adalah bidang pengabdian terhadap  Tuhan Yang  Maha Esa, bangsa dan negara serta kemanusiaan pada umumnya. Guru Indonesia yang berjiwa Pancasila dan setia pada Undang-undang Dasar 1945,  turut bertanggungjawab atas terwujudnya cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945. Oleh sebab itu, Guru  Indonesia terpanggil untuk menunaikan karyanya dengan mendominasi dasar-dasar sebagai berikut:
1. Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila.
2. Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran profesi
3. Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan melakukan bimbingan dan pembinaan
4. Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang  berhasilnya proses belajar mengajar.
5. Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat sekitarnya untuk membina peran serta dan rasa tanggungjawab bersama terhadap pendidikan
6. Guru secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya
7. Guru memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan social.
 8. Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian
BAB III
PENUTUP

1. Kesimpulan 
Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa guru yang profesional adalah guru yang kompeten menjalankan profesi keguruannya dengan kemampuan tinggi. Guru juga hendaknya memiliki kinerja profesional yaitu hasil kerja yang dicapai dengan mempraktekkan suatu keahlian pada pendidikan dan jenjang pendidikanya pada suatu periode tertentu. Sasaran sikap profesianal guru yang harus dimiliki guru yaitu 1) Sikap pada peraturan, 2) sikap terhadap operasi profesi, 3) sikap terhadap teman sejawat, 4) sikap terhadap anak didik, 5) sikap tempat kerja, 6) sikap terhadap pemimpin, 7) sikap terhadap pekerjaan. Sikap profesional dapat dikembangkan ke dalam dua hal yaitu pengembangan sikap selama pendidikan prajabatan dan pengembangan sikap selama dalam jabatan. Kinerja profesional guru juga perlu diperhatikan.

Jabatan guru merupakan jabatan profesional di mana pemegangnya harus memenuhi kualifikasi tertentu. Jabatan guru belum dapat memenuhi secara maksimal persyaratan itu, namun perkembangannya di tanah air menunjukkan arah untuk terpenuhinya persyaratan  tersebut. Usaha untuk ini sangat tergantung kepada niat, perilaku, dan komitmen dari guru sendiri dan organisasi yang berhubungan dengan itu, selain juga oleh kebijaksanaan pemerintah

2. Saran

Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan adapun beberapa saran yang dapat disampaikan adalah sebagai berikut.
a)  Bagi mahasiswa
1) Mahasiswa sebagai calon guru diharapkan memperluas wawasan terkait sikap dan kinerja profesional guru.
2) Mahasiswa hendaknya menyiapkan diri sebagai calon guru dalam menunjujkan sikap dan kinerja yang profesional.
b). Bagi guru
1) Guru harus mengetahui sikap dan kinerja profesional yang dapat diterapkan di sekolah sesuai profesinya.
2) Guru hendaknya menciptakan hubungan yang harmonis serta dapat meningkatkan kualitas profesinya.


DAFTAR PUSTAKA


Sumargi. 1996. Profesi Guru Antara Harapan dan Kenyataan. Suara Guru No. 3-4/1996..

Supriadi, D. 1998. Mengangkat Citra dan Martabat Guru. Jakarta: Depdikbud.

Saud, Udin Syaepudin. 2009. Pengembangan Profesi Guru. Cetakan II. Bandung: CV.Alfabeta.

Soetjipto, Raflis Kosasi.2009.  Profesi Keguruan.Jakarta: Rineka Cipta

Suryamihardja, Basuni.1986.PGRI sebagai Organisasi Profesi bagi Guru.Bandung:  IPBI





Senin, 26 Mei 2014

Lukisan Ka'bah Sederhana






Langit Jingga Diatas Ka'bah
Kanvas Ukuran 60x80 cm
Surat Ali imron ayat 97
Walillahi hijjul baiti manistatoa ilaihi sabilla


Rabu, 21 Mei 2014

Kaligrafi Mushaf

Kaligrafi Mushaf pada Kanfas 

dengan kanfas ukuran 95 * 75 cm
Tulisan Lailahaillallah Muhammadarrosullulloh
dengan menggunaan Cet Akrilic dan Mowilek
dengan dominasi warna coklat dan biru



Selasa, 20 Mei 2014

Contoh Desain Ayat


Mihrob Digital

Desain atas pintu dan tiang


desain mihrob


desain kubah




pribadi


Garapan

Minggu, 18 Mei 2014

RPP FIQIH

RENCANA PROGRAM  PEMBELAJARAN (RPP)

Satuan Pendidikan : MA YASTI      
Mata Pelajaran : FIQIH
 Kelas/Semester          : X1 & X2 / II (Genap)
Alokasi Waktu            : 2 jam pelajaran (2 X 45 Menit)                            
Tahun Pelajaran     : 2013/2014

1. Standar Kompetensi : 7. Memahami konsep islam tentang perekonomian dan hikmahnya

2. Kompetensi Dasar     : 7.2 Menjelaskan ketentuan islam tentang khiyar dan hikmahnya.

3. Tujuan  Pembelajaran
Setelah proses pembelajaran peserta didik diharapkan mampu memahami, membedakan, menjelaskan, menyebutkan, mempraktikan tatacara  khiyar serta dapat menarik kesimpulan dari hikmah-hikmah yang terkandung di dalamnya dengan disyariatkanya khiyar dalam islam.

4. Indikator  :

Setelah proses pembelajaran siswa diharapkan dapat :
1. Menjelaskan pengertian dan hukum khiyar.
2. Dapat membedakan masing-masing jenis khiyar.
3. mempraktekan khiyar
4. Menarik hikmah dari  khyiar.

5. Karakter yang di harapkan

Relegius
Percaya diri
Gemar membaca
Patuh pada aturan sosial
Sadar akan hak dan kewajiban
Jujur

6. Uraian Materi Pembelajaran :

Khiyar adalah memilih, memilih diantara dua alternatif antara meneruskan untuk melaksanakan jual beli atau membatalkannya, sepanjang kedua belah pihak masih ada di tempat aqad  dan masih pada masa pertimbangan (masa-masa berpikir).
macam-macam khiyar
Khiyar majlis:

Khiar majlis menjadi sah milik si penjual dan si pembeli semenjak di langsungkanya aqad jual beli sampai mereka berpisah.
Khiyar syarat:
Kedua orang yang saling melakukan jual beli mengadakan kesepakatan untuk saling menentukan syarat, dan waktu jual beli.

Khiyar aib:
Jika seorang melakukan membeli barang yang mengandung aib atau cacat dan ia tidak mengetahuinya hingga si penjual dan si pembeli berpisah.
Hikmah Khiyar

7.  Sumber/Alat/Bahan

Buku fiqih kelas X.
Buku fiqih jual-beli
Buku fiqih Muamalah (Prof.DR. H. Rachmat Syafei, MA.)
Buku referensi sesuai dengan materi yang di ajarkan
Internet

8. Metode  Pembelajaran

Ceramah
Tanya jawab
Diskusi Informasi.
Penugasan

9. Langkah-langkah Pembelajaran

A. Langkah Awal
Apersepsi
a. Pembukaan dengan mengucapkan salam dan berdoa
b. Mengabsensi daftar hadir siswa
c. Memperkenalkan kompetensi dasar dan indikator materi yang akan disampaikan.
d. Melakukan tes penjajakan (pre-tes) dan mengidentifikasi keadaan siswa.

B.    Kegiatan Inti

 1)Eksplorasi
1. Tanya jawab awal tentang pengertian dari jual beli khiyar.
2. Guru Menjelaskan dan menceritakan ilustrasi mengenai cara jual beli  khiyar

2)Elaborasi

a. Siswa menyebutkan pengertian jual beli khiyar.
b.,Siswa mampu menanggapi dalil-dalil yang berhubungan dengan jual beli  khiyar.
c. Siswa membedakan jual beli dan khiyar.

3)K onfirmasi

1. Siswa memahami tentang pengertian jual beli dan khiyar persamaan, perbedaannya serta hikmah-hikmah yang terkandung dari di syariatkannya jual beli khiyar dalam islam.

C.  Kegiatan Akhir

Simpulan         : Salah satu hikmah disyariatkannya jual beli khiyar adalah agar kita terhindar dari transaksi jual beli yang bisa merugikan bahkan menipu salah satu pihak, karena jual beli khiyar didasari pada kesepakatan kedua belah pihak untuk meneruskan jual beli atau membatalkanya (masa berpikir).
Penguatan       :Memberikan post tes untuk mengevaluasi ketercapaian untuk pembelajaran.
Evaluasi           :

JENIS BENTUK SOAL KUNCI JAWABAN
Tulisan Essay Jelaskan apa yang di maksud dengan Khiyar? Khiyar adalah memilih, memilih diantara dua alternatif antara meneruskan untuk melaksanakan jual beli atau membatalkannya, sepanjang kedua belah pihak masih ada di tempat aqad dan masih pada masa pertimbangan
Tulisan Essay Sebutkan ada  berapa    macam bentuk khiyar? Khiyar majlis: Khiyar majlis menjadi sah milik si penjual dan si pembeli semenjak di langsungkanya aqad jual beli sampai mereka berpisah. 2. Khiyar syarat: Kedua orang yang saling melakukan jual beli mengadakan kesepakatan untuk saling menentukan syarat, dan waktu jual beli. 3.Khiyar aib: Jika seorang melakukan membeli barang yang mengandung aib atau cacat dan ia tidak mengetahuinya hingga si penjual dan si pembeli berpisah
Tulisan Essay Apa hikmah dan  jual beli khiyar? Jual beli khiyar didasari suka sama suka Agar manusia selalu hati-hati dalam proses jual beli Mendidik manusia untuk jujur dalam proses jual beli

SKOR
Betul                      = 4
Hampir Betul           = 3
Tidak Sempurna      = 2
Salah                      = 1

                                                                                                Sukabumi, 12 Februari 2014
              Guru Pamong                                                                           Praktikan




     Drs. Dahlan Setiawan,MMPd.                                                           Anggi Barhan  
                    
                                                                       Mengetahui, 
                                                                 Kepala MA YASTI


                                                

                                                                  Saepulloh, S.Sos

makalah pernikahan sejenis (Emonisasi)

MAKALAH
MASAIL FIQIH

” Pernikahan sesama jenis di Indonesia“


 Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Masail Fiqih
Dengan Dosen Pembimbing Drs. K.H. Damanhuri.

 

Disusun oleh:

   Nama      : ANGGI BARHAN
 Fakultas   :Tarbiyah
 Prodi         : PAI
        Semester   : VI (Enam)

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI)
SYAMSUL ‘ULUM

GUNUNGPUYUH SUKABUMI JAWA BARAT
2013/2014


KATA PENGANTAR
Puji syukur kita selalu panjatkan kehadirat Allah SWT. Atas segala nikmat yang telah diberikan kepada kita semua sehingga penyusunan makalah ini dengan judul “Pernikahan Sesama Jenis diIndonesia” dapat terselesaikan,  Shalawat serta salam selalu kita kirimkan kepada panutan dan tauladan hidup kita, yakni nabi Muhammad SAW. Yang telah membawa hidup kita ini dari zaman kegelapan ke zaman terang-benderang.
Dalam penyusunan makalah ini. Penulis tidak dapat menyelesaikan makalah ini tanpa adanya bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis sangat berterima kasih kepada Dosen mata kuliah Masail Fiqih Bapak Drs. K.H. Damanhuri. yang telah mendukung pembuatan makalah  ini.
Sungguh merupakan suatu kebanggaan dari penulis apabila makalah  ini dapat terpakai sesuai fungsinya, dan pembacanya dapat mengerti dengan jelas apa yang dibahas didalamnya. Tidak lupa juga penulis menerima kritikan dan saran yang membangun, yang sangat diharapkan demi memperbaiki pembuatan makalah di kemudian hari.
                                                                                        
                                                                                        Sukabumi,09 Mei2014



                                                                                                      Penulis





,
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………………………...….. ….….I
DAFTAR ISI………………………………………………………..……...……II

BAB   I   PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang……………………………………………………...………... 1
B.  Rumusan Masalah…………………………………………………...……......2
C. Tujuan Makalah………………………………………………………….…..…2

BAB  II   PEMBAHASAN

A. Pengertian Pernikahan……………...……………….………………….....……3 
B. Pengertian Homosek dan Lesbiyan ………………………………………...….4
C. Ciri-Ciri Umum Penyebab Pelaku Homoseksual dan Lesbian…………………5
D. Kehidupan Pelaku Homoseksual dan Undang-Undang Hukum 
Di Negara Indonesia…………………………………………………… ………9
E. Homoseksual dan Lesbian Dalam Pandangan Islam……………………...…..12

BAB  III PENUTUP

A.Kesimpulan………………………………………………………………..…...15
B. Saran………………………………………………………………………..…16

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………17
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Topik yang diangkat pada pembahasan makalah sederhana ini sudah menjadi permasalahan yang melekat pada diri manusia sejak awal penciptaannya. Dimulai pada penciptaan Nabi Adam AS yang disusul oleh kehadiran Siti Hawa dan jika kita telaah sejarah peradaban manusia, sebenarnya fenomena penyimpangan seksual sudah muncul jauh sebelum masa Nabi Muhammad SAW, tepatnya pada masa Nabi Luth AS yang diutus untuk kaum Sadoum. Hampir semua kitab tafsir mengabadikan kisah tersebut ketika menyingkap kandungan ayat-ayat yang berkaitan dengan kisah nabi Luth.
Namun demikian, yang terjadi pada dasawarsa dan masa moderen terakhir diIndonesia maupun dunia internasional dalam menyikapi nafsu seksual tersebut berbalik 180 dari peristiwa empiris pada Nabi Adam as dan Siti Hawa seperti yang tersebut diatas. Para wanita tidak merasa malu lagi ketika berpakaian minim dan para pria tidak lagi merasa ragu – ragu atas menggunakan jasa prostitusi. Bahkan, apa yang terjadi pada kaum Sodom ( umat Nabi Luth as) yakni homoseksualitas ( baik gay maupun lesbian ),sudah menjadi hal yang biasa. Luar biasa anehnya lagi, dinegara Belanda, Homoseksualsudah menjadi budaya mereka dengan dikeluarkannya hokum politik atas perkawinanantara para kaum gay atau lesbian

pernikahan adalah ikatan yang suci antara seorang laki-laki dengan seorang wanita yang dilandasi pada agama dan keyakinannya serta disaksikan oleh kedua orang tuanya serta saksi-saksi yang dapat yang di anggap wajar dalam masyarakat adalah pernikahan heteroseksual atau nikah dengan lawan jenis (Antara lelaki dengan Wanita). Maka tidaklah salah ketika pernikahan homoseksual (Lelaki dengan Lelaki) atau Lesbiyan (Wanita dengan Wanita) nikah dengan sesame jenis banyak mendapat kontroversi di masyarakat karena di anggap aneh, menyimpang dari hukum syara’, dan yang lebih ironis lagi di bilang sakit jiwa. Karena hal itulah penulis mencoba untuk membahas bagaimana pernikahan homoseksual dan Lesbiyan yang hidup di Negara kita (Indonesia), dan hukum seperti apa yang berlaku diNegara kita kepada para pelaku Homoseksual dan Lesbiyan yang akan meresmikan hubungan mereka.

B. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas , maka penulis dapat merumuskan masalahnya adalah sebagai berikut:

1. Apa yang di maksud dengan pernikahan ? 2. Apa yang dimaksud dengan Homoseksual dan lesbian?
um dan dorongan apasaja yang mendasarinya? 4. Bagaimana kehidupan kaum homoseksual dan Lesbiyan dengan Peraturan Undang-Undang di Indones
3. Bagaimana penyebab umum orang-orang yang mengidap prilaku homoseksual dan lesbiyan secara umur ? 5. Bagaimana Hukum Islam memandang prilaku Homoseksual dan lesbian?
C. Maksud dan Tujuan Makalah
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Agar Mahasiswa mengetahui yang dimaksud dengan pernikahan. 2. Agar Mahasiswa Mengetahui yang dimaksud dengan homoseksual dan lesbiyan.
 yang dirayakan atau dilaksanakan oleh dua orang dengan maksud meresmikan ikatan perkawinan secaranorma agama, norma hu
3.Agar Mahasiswa mengetahui cici-ciri penyebab prilaku homoseksual dan lesbiyan serta alasan-alasan mereka melakukanya. 4.Agar Mahasiswa memahami kehidupan mereka dimasyarakat dan hukum apasaja yang berlaku terhadap mereka menurut Undang-Undang Negara Kita. 5.Agar Mahasiswa mengetahui bagaimana agama Islam memandang prilaku tersebut. BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Pengertian Pernikahan
Secara Etimologi Pernikahan adalah bentukan kata benda dari kata dasar nikah; kata itu berasal dari bahasa Arab yaitu kata nikkah(bahasa Arab: Ø§Ù„نكاح ) yang berarti perjanjian perkawinan; berikutnya kata itu berasal dari kata lain dalam bahasa Arab yaitu kata nikah (bahasa Arab: Ù†ÙƒØ§Ø­) yang berarti persetubuhan, Sedangkan Menurut istilah Pernikahan atau adalah upacara pengikatan janji nika
hkum, dan norma sosial. Upacara pernikahan memiliki banyak ragam dan variasi menurut tradisi suku bangsa, agama, budaya, maupun kelas sosial. Penggunaan adat atau aturan tertentu kadang-kadang berkaitan dengan aturan atau hukum agama tertentu pula. Dari segi agama Islam, syarat sah pernikahan penting sekali terutama untuk menentukan sejak kapan sepasang pria dan wanita itu dihalalkan melakukan hubungan seksual sehingga terbebas dari perzinaan. Zina merupakan perbuatan yang sangat kotor dan dapat merusak kehidupan manusia. Dalam agama Islam, zina adalah perbuatan dosa besar yang bukan saja menjadi urusan pribadi yang bersangkutan dengan Tuhan, tetapi termasuk pelanggaran hukum dan wajib memberi sanksi-sanksi terhadap yang melakukannya. Di Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam, maka hukum Islam sangat memengaruhi sikap moral dan kesadaran hukum masyarakatnya.
1)istri 2) Calon suami 3) Wali nikah 4) Dua orang saksi

Syarat pernikahan berdasar undang-undang Berdasarkan Pasal 6 UU No. 1/1974 tentang perkawinan, syarat melangsungkan perkawinan adalah hal-hal yang harus dipenuhi jika akan melangsungkan sebuah perkawinan. Syarat-syarat tersebut yaitu: 1. Ada persetujuan dari kedua belah pihak. 2. Untuk yang belum berumur 21 tahun, harus mendapat izin dari kedua orang tua. Atau jika salah seorang dari kedua orang tua telah meninggal atau tidak mampu menyatakan kehendaknya, maka izin dapat diperoleh dari orang tua yang masih hidup atau orang tua yang mampu menyatakan kehendaknya. 3. Bila orang tua telah meninggal dunia atau tidak mampu menyatakan kehendaknya, maka izin diperoleh dari wali, orang yang memelihara atau keluarga yang mempunyai hubungan darah dalam garis keturunan lurus ke atas. Bagi yang beragama Islam, dalam perkawinan harus ada (Pasal 14 Kompilasi Hukum Islam (KHI): 1) Calon
a orang saksi 5) Ijab dan kabul B. Pengertian Homosek dan Lesbiyan 1. Definisi Homoseksual ’Homoseksualitas’ (Yunani: homoios=sama; dan Latin: sexus=jenis kelamin) merupakan pengertian umum mencakup banyak macam kecenderungan seksual terhadap kelamin yang sama, atau secara lebih halus: suatu keterarahan kepada kelamin yang sama (homotropie; tropos=arah, haluan). Istilah homoseksualitas tampak terlalu menekankan aspek seksual dalam arti sempit. Maka dianjurkan menggunakan istilah ’homophili’ (philein=mencintai).  Sedangkan definisi umum adalah seorang homophil ialah seorang pria atau wanita, tua atau muda, yang tertarik atau jatuh cinta kepada orang yang berjenis kelamin sama, dengan tujuan mengadakan persatuan hidup, baik untuk sementara maupun untuk selamanya. Dalam persatuan ini, mereka mengahayati cinta dan menikmati kebahagiaan seksual yang sama seperti dialami oleh orang heteroseksual. 
i mana ia digolongkan. Beberapa orang bahkan menganggap ofensif perihal pembedaan gender (dan pembedaan orientasi seksual). Homoseksualitas dapat mengacu kepada: 1. Orientasi seksual yang ditandai dengan kesukaan seseorang dengan orang lain mempunyai kelamin sejenis secara biologis atau identitas gender yang sama. 2. Perilaku seksual dengan seseorang dengan gender yang sama tidak peduli orientasi seksual atau identitas gender. 3. Identitas seksual atau identifikasi diri, yang mungkin dapat mengacu kepada perilaku homoseksual atau orientasi homoseksual Dalam perkembangannya pun homoseksual diartikan sebagai hubungan seksual antara orang-orang yang berkelamin sejenis, baik sesama
Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan bahwa homoseks adalah mengacu pada interaksi seksual dan atau romantis antara pribadi yang berjenis kelamin sama. Pada penggunaan mutakhir, kata sifat homoseks digunakan untuk hubungan intim dan atau hubungan sexual diantara orang-orang berjenis kelamin yang sama, yang bisa jadi tidak mengidentifikasi diri mereka sebagai gay atau lesbian. Homoseksualitas, sebagai suatu pengenal, pada umumnya dibandingkan dengan heteroseksualitas dan biseksualitas. Istilah gay adalah suatu istilah tertentu yang digunakan untuk merujuk kepada pria homoseks. Sedangkan Lesbian adalah suatu istilah tertentu yang digunakan untuk merujuk kepada wanita homoseks. Definisi tersebut bukan definisi mutlak mengingat hal ini diperumit dengan adanya beberapa komponen biologis dan psikologis dari seks dan gender, dan dengan itu seseorang mungkin tidak seratus persen pas dengan kategori
d pria, maupun sesama wanita. Namun istilah homoseksual biasanya dipakai untuk hubungan seks antara pria, sedangkan hubungan seks sesama wanita disebut lesbian. Homoseksual merupakan dosa besar dalam Islam. Karena bertentangan dengan norma agama, norma susila dan juga menyalahi fitrah manusia. C. Ciri-Ciri Umum Penyebab Pelaku Homoseksual dan Lesbian Psikologi adalah salah satu disiplin ilmu pertama yang mempelajari orientasi homoseksual sebagai fenomena diskrit (terpisah). Upaya pertama mengklasifikasikan homoseksualitas sebagai penyakit dibuat oleh gerakan seksolog amatir Eropa di akhir abad ke-19. Pada tahun 1886, seksolog terkemuka, Richard von Krafft-Ebing, mensejajarkan homoseksualitas bersama dengan 200 studi kasus praktik seksual menyimpang lainnya dalam karya, Psychopathia Sexualis. Krafft-Ebing mengedepankan bahwa homoseksualitas disebabkan oleh "kesalahan bawaan lahir [selama kelahiran]" atau "inversi perolehan". Dalam dua dekade terakhir dari abad ke-19, pandangan lain mulai mendominasi kalangan medis dan psikiatris , menilai perilaku tersebut menunjukkan jenis individu dengan orientasi seksual bawaan dan relatif stabil. Pada akhir abad 19 dan awal abad 20, model patologis homoseksualitas banyak digunakan. 1. Ciri-ciri kaum Homoseksual dan Lesbian menurut Al-Qur’an a. Fitrah dan tabiat mereka terbalik dan berubah dari fitrah yang telah Allah ciptakan pada pria, yaitu kehendak kepada wanita bukan kepada laki-laki. Allah menamakan mereka sebagai kaum perusak dan orang yang zhalim :”Luth berdo’a. ‘Ya Tuhanku, tolonglah aku (dengan menimpakan azab) atas kaum yang berbuat kerusakan itu’. D
b.Mereka mendapatkan kelezatan dan kebahagian apabila mereka dapat melampiaskan syahwat mereka pada tempat-tempat yang najis dan kotor dan melepaskan air kehidupan (mani) di situ. c. Rasa malu, tabiat, dan kejantanan mereka lebih rendah daripada hewan. d. Pikiran dan ambisi mereka setiap saat selalu terfokus kepada perbuatan keji itu karena laki-laki senantiasa ada di hadapan mereka di setiap waktu. Apabila mereka melihat salah seorang di antaranya, baik anak kecil, pemuda atau orang yang sudah berumur, maka mereka akan menginginkannya baik sebagai objek ataupun pelaku. e. Rasa malu mereka kecil. Mereka tidak malu kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala juga kepada makhlukNya. Tidak ada kebaikan yang diharapkan dari mereka. f. Mereka tidak tampak kuat dan jantan. Mereka lemah di hadapan setiap laki-laki karena merasa butuh kepadanya. g. Allah mensifati mereka sebagai orang fasik dan pelaku kejelekan ; “Dan kepada Luth, Kami telah berikan hikmah dan ilmu, dan telah Kami selamatkan dia dari (azab yang telah menimpa penduduk) kota yang mengerjakan perbuatan keji. Sesungguhnya mereka adalah kaum yang jahat lagi fasik” [Al-Anbiya : 74] h. Mereka disebut juga sebagai orang-orang yang melampui batas : “Sesungguhnya kalian mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsu kalian (kepada mereka), bukan kepada wanita, malah kalian ini adalah kaum yang melapaui batas” [Al-A'raf : 81]. Artinya, mereka melampaui batasan-batasan yang telah ditetapkan oleh Alla
han tatkala utusan Kami (para malaikat) datang kepada Ibrahim membawa kabar gembira, mereka mengatakan, ‘Sesungguhnya kami akan menghancurkan penduduk (Sodom) ini. Sesunguhnya penduduknya adalah orang-orang yang zhalim” [Al-Ankabut : 30-31] Dalam mengklasifikan penyebab terjadinya penyimpangan para pelaku homosek dan lesbian penulis membaginya kedalam berbagai aspeknya sesuai dengan sumber-sumber yang penulis dapakan diantaranya: 1. Aspek bawaan Profesor Michael King menyatakan: "Kesimpulan yang dicapai oleh para ilmuwan dalam menyelidiki asal usul dan stabilitas orientasi seksual adalah bahwa itu merupakan karakteristik manusia yang terbentuk sejak awal kehidupan, dan tidak dapat berubah. Bukti ilmiah asal usul homoseksualitas dianggap relevan sebagai perdebatan teologis dan sosial karena adanya anggapan bahwa orientasi seksual adalah sebuah pilihan." Biseksualitas bawaan (atau kecenderungan biseksual) adalah istilah yang diperkenalkan Sigmund Freud, mengacu pada karya rekannya, Fliess Wilhelm, yang menguraikan bahwa semua manusia dilahirkan biseksual tetapi seiring perkembangan psikologis -yang mencakup faktor eksternal dan internal- seorang individu menjadi monoseksual, sementara biseksualitas tetap dalam keadaan laten. 2. Faktor Lingkungan Faktor lingkungan lebih berbahaya dibandingkan hormon. Pengaruh lingkungan lebih cepat, di mana seorang yang sedang drop, yang tidak didukung norma-norma, dan nilai-nilai agama yang kuat bisa terjerumus akibat sentuhan orang sejenis yang menyimpang,'' papar lulusan Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran Bandung ini.
3. Gay dan lesbian muda Remaja gay dan lesbian menanggung risiko bunuh diri, penyalahgunaan obat, masalah sekolah penuh cela, adanya pelecehan verbal dan fisik, penolakan dan isolasi dari keluarga dan teman sebaya". Kaum muda LGBT pun lebih terbuka untuk melaporkan pelecehan
Apa yang bisa membengkokkan orientasi seks? Pada kasus remaja, Lusi menyebut pada umumnya karena patah hati dan rumah tangga berantakan. Ketika kekasih yang dicintai meninggalkannya membuat anak terpuruk. Demikian juga dengan anak-anak yang kesepian karena orangtuanya sibuk. Ketika ada `seseorang' (sejenis, red) yang mampu menggantikan kesendirian tersebut bisa membuatnya tertarik. Karena orang tersebut sangat mengerti kebutuhan, keinginan, kelemahan, termasuk titik-titik sensitif yang bisa membangkitkan gairah seks seseorang. "Anak-anak yang terjerat merasakan kenikmatan tersebut pada akhirnya akan ketagihan. Orang itu pun memengaruhi bahwa hubungan sejenis aman, tidak menyebabkan hamil, akibatnya mereka `kena' sebagai homoseks, atau lesbian,'' tutur Lusi prihatin. Faktor lingkungan yang diduga bisa menyebabkan seseorang menjadi gay adalah salah didikan dari orangtua sejak masih kecil, orangtua yang bercerai, pernah mengalami pelecehan seksual, memiliki lingkungan pergaulan yang mayoritas adalah gay, sisi psikologis dari orang tersebut serta banyaknya contoh perilaku gay yang ada disekitarnya. Perilaku gay disekitar yang sering dilihat secara tidak sadar akan mempengaruhi perilaku orang itu sendiri. Perilaku gay banyak ditemui di komunitas yang mayoritas banyak lelakinya seperti di asrama, penjara, pekerja di tengah laut. Hasrat suka sesama jenis timbul karena kondisi lingkungannya tidak ada wanita. Jadi meskipun bukan penyakit, perilaku gay bisa menular. Para ahli lain berpendapat gay bisa disembuhkan karena perilaku seks manusia sebenarnya bisa dikendalikan.
untuk Muslim di Aceh. Pasangan sesama jenis di Indonesia tidak diakui. Tidak seperti negara Muslim lainnya, Indonesia relatif toleran terhadap homoseksual. Seperti negara lain di Asia Tenggara, LGBT merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari. Bahkan di media, terdapat orang penting yang gay atau transeksual. Namun, kaum LGBT berada pada situasi yang terbatas, dan tidak dibicarakan secara terbuka. Kelompok Islam fanatik diketahui telah menyerang kaum gay, contohnya pada pertemuan anti-AIDS di Solo.Usulan untuk mengriminalkan homoseksual di seluruh negara gagal pada tahun 2003
1. . Pergerakan gay di Indonesia
Pada tahun 1982, kelompok hak asasi gay didirikan di Indonesia. Lambda Indonesia dan org
psikologis dan fisik oleh orang tua atau pengasuh mereka, dan juga pelecehan seksual. Kemungkinan terjadinya hal ini adalah bahwa (1) LGBT muda dapat secara spesifik ditargetkan atas dasar orientasi seksual yang nampak/terlihat atau gender yang tidak sesuai dengan penampilan mereka, dan (2) bahwa "faktor risiko yang terkait dengan status minoritas seksual, termasuk diskriminasi, ketidak beradaan, dan penolakan oleh anggota keluarga meninggikan kemungkinan risiko untuk menjadi korban, seperti penyalahgunaan zat, hubungan seks dengan banyak pasangan, atau lari dari rumah. "Sebuah penelitian 2008 menunjukkan korelasi antara tingkat penolakan oleh orang tua remaja LGB dan masalah kesehatan negatif: Tingginya tingkat penolakan keluarga secara signifikan berhubungan dengan hasil kesehatan yang buruk. Berdasarkan perbandingan rasio, kalangan lesbian, gay, dan biseks dewasa yang melaporkan tingkat penolakan keluarga yang lebih tinggi selama masa remaja berisiko 8,4 kali lebih besar telah melakukan percobaan bunuh diri, 5,9 kali lebih mungkin untuk depresi, 3,4 kali lebih mungkin untuk menggunakan obat-obatan terlarang, dan 3,4 kali lebih mungkin untuk terlibat dalam hubungan seks tanpa pengaman dibandingkan dengan teman sebaya dari keluarga dengan tingkat penolakan keluarga rendah atau tidak ada sama sekali. D. Kehidupan Pelaku Homoseksual dan Undang-Undang Hukum Di Negara Indonesia
Kaum lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT) di Indonesia tidak dilindungi oleh undang-undang. Aktivitas homoseksual legal di Indonesia, tetapi provinsi Aceh memiliki hukum Syariah
 anisasi sejenis lainnya bermunculan pada akhir tahun 1980-an dan 1990-an. Kini, asosiasi LGBT utama di Indonesia adalah "Gaya Nusantara", "Arus Pelangi".Yogyakarta, Indonesia, merupakan tempat diadakannya pertemuan puncak hak LGBT pada tahun 2006 yang menghasilkan Prinsip-Prinsip Yogyakarta.Namun, pertemuan pada Maret 2010 di Surabaya dikutuk oleh Majelis Ulama Indonesia dan diganggu oleh demonstran konservatif.
2. Sepak Terjang Prof. Musdah Muliah dalam memakmurkan Homoseksul dan Lesbian   Harian The Jakarta Post, edisi Jumat : 28/3/2008 pada halaman mukanya menerbitkan sebuah berita berjudul Islam ‘recognizes homosexuality’ (Islam mengakui homoseksualitas) . Mengutip pendapat dari Prof. Dr. Siti Musdah Mulia , guru besar di UIN Jakarta, koran berbahasa Inggris itu menulis bahwa homoseksual dan homoseksualitas adalah alami dan diciptakan oleh Tuhan, karena itu dihalalkan dalam Islam. (Homosexuals and homosexuality are natural and created by God, thus permissible within Islam). Menurut Musdah, para sarjana Muslim moderat berpendapat, bahwa tidak ada alasan untuk menolak homoseksual. Dan bahwasanya pengecaman terhadap homoseksual atau homoseksualitas oleh kalangan ulama arus utama dan kalangan Muslim lainnya hanyalah didasarkan pada penafsiran sempit terhadap ajaran Islam.Tepatnya, ditulis oleh Koran ini: “Moderate Muslim scholars said there were no reasons to reject homosexuals under Islam, and that the condemnation of homosexuals and homosexuality by mainstream ulema and many other Muslims was based on narrow-minded interpretations of Islamic teachings.” Mengutip QS 49 ayat 3, Musdah menyatakan, salah satu berkah Tuhan adalah bahwasanya semua manusia, baik laki-laki atau wanita, adalah sederajat, tanpa memandang etnis, kekayaan, posisi social atau pun orientasi seksual. Karena itu, aktivis liberal dan kebebasan beragama dari ICRP (Indonesia Conference of Religions and Peace) ini, “Tidak ada perbedaan antara lesbian dengan non-lesbian. Dalam pandangan Tuhan, manusia dihargai hanya berdasarkan ketaatannya. ” (There is no difference between lesbians and nonlesbians. In the eyes of God, people are valued based on their piety).
ah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.   Pasal 45 ayat (1) Perda DKI Jakarta No. 2/2011: Setiap perkawinan di Daerah yang sah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, wajib dilaporkan oleh yang bersangkutan kepada Dinas di tempat terjadinya perkawinan paling lambat 60 (ena
Demikian pendapat guru besar UIN Jakarta ini dalam diskusi yangdiselenggarakan suatu organisasi bernama “Arus Pelangi “, di Jakarta,Kamis (27/3/2008).Menurut Musdah Mulia, intisari ajaran Islam adalah memanusiakan manusia dan menghormati kedaulatannya. Lebih jauh ia katakan, bahwa homoseksualitas adalah berasal dari Tuhan, dan karena itu harus diakui sebagai hal yang alamiah.
3. Hukum terhadap homoseksualitas
Menteri Keadilan Indonesia mengusulkan untuk mengkriminalisasikan homoseksual di seluruh Indonesia pada tahun 2003, akan tetapi gagal.  Pada tahun 2002, pemerintah Indonesia memberi Aceh hak untuk memberlakukan hukum Syariah. Hukuman hanya berlaku bagi orang Muslim. Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU Perkawinan”), perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri.  Pasal 1 “Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha esa.” Selain itu, di dalam Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan dikatakan juga bahwa perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya. Ini berarti selain negara hanya mengenal perkawinan antara wanita dan pria, negara juga mengembalikan lagi hal tersebut kepada agama masing-masing. Mengenai perkawinan yang diakui oleh negara hanyalah perkawinan antara pria dan wanita juga dapat kita lihat dalam Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (“UU Adminduk”) beserta penjelasannya dan Pasal 45 ayat (1) Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta No. 2 Tahun 2011 tentang Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil (“Perda DKI Jakarta No. 2/2011”) beserta penjelasannya: Pasal 34 ayat (1) UU Adminduk: Perkawinan yang sah berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan wajib dilaporkan oleh Penduduk kepada Instansi Pelaksana di tempat terjadinya perkawinan paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak tanggal perkawinan. Penjelasan Pasal 34 ayat (1) UU Adminduk: Yang dimaksud dengan "perkawinan" ada
lm puluh) hari sejak tanggal sahnya perkawinan. Penjelasan Pasal 45 ayat (1) Perda DKI Jakarta No. 2/2011: Yang dimaksud dengan "perkawinan" adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.  E. Homoseksual dan Lesbian Dalam Pandangan Islam
“Kurang sah, jika tak nyeleneh.” Kalimat ini, barangkali tepat untuk dikatakan pada para aktivis gerakan Islam Liberal.  Sikap nyeleneh itu, paling tidak disampaikan oleh Dr. Siti Musdah Mulia –yang katanya– guru besar UIN Jakarta baru-baru ini. Dalam sebuah diskusi yang diadakan di Jakarta hari Kamis 27 maret 2008 lalu, tiba-tiba ia mengeluarkan pernyataan bahwa homoseksual dan homoseksualitas adalah kelaziman dan dibuat oleh Tuhan, dengan begitu diizinkan juga dalam agama Islam. (dilansir www.hidayatullah.com, Senin 31 maret 2008). Maka menanggapi pernyataan diatas maka penulis mengambil beberapa dasar untuk dijadikan rujukan antara lain: 1. Dalil dari Sunnah Tentang Haramnya Homoseksual a. Rasullullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda “Artinya : Barangsiapa yang kalian dapati melakukan perbuatan kaum Luth, maka bunuhlah kedua pelakunya” [HR Tirmidzi : 1456, Abu Dawud : 4462, Ibnu Majah : 2561 dan Ahmad : 2727] b. Dari Jabir Radhiyallahu ‘anhu, dia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda “Artinya : Sesungguhnya yang paling aku takuti (menimpa) umatku adalah perbuatan kaum Luth” [HR Ibnu Majah : 2563, 1457. Tirmidzi berkata : Hadits ini hasan Gharib, Hakim berkata, Hadits shahih isnad] c. Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma, dia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda “Artinya : Allah melaknat siapa saja yang melakukan perbuatan kaum Luth, (beliau mengulanginya sebanyak tiga kali)” [HR Nasa'i dalam As-Sunan Al-Kubra IV/322 No. 7337] d. Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda “Artinya : Allah tidak mau melihat kepada laki-laki yang menyetubuhi laki-laki atau menyetubuhi wanita pada duburnya” [HR Tirmidzi : 1166, Nasa'i : 1456 dan Ibnu Hibban : 1456 dalam Shahihnya. Keterangan : hadits ini mencakup pula wanita kepada wanita] e. Dari Abdullah bin Amr bin Al-Ash Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda “Artinya : Itu adalah liwat kecil, yakni laki-laki yang menggauli istrinya di lubang duburnya” [HR Ahmad : 6667] 2. Pendapat para Ulama tentang Homosek dan Lesbian
dua riwayat (pendapat):Pertama, dihukum sama seperti pezina, kalau pelakunya muhshan (sudah menikah) maka dihukum rajam. kalau pelakunya gair muhshan (perjaka), maka dihukum cambuk 100 kali dan diasingkan selama satu tahun. (pendapat inilah yang paling kuat). Kedua,dibunuh dengan dirajam, baik dia itu muhshan atau gair muhshan. [al furu’, juz :11 hal : 145-147, al mughni juz : 10 hal : 155-157 dan al inshaf juz : 10 hal : 178] Sebagaimana disebutkan di atas bahwa di antara landasan hukum yang mengharamkan praktik homoseksual dan lesbian adalah Ijma’. untuk mengetahui lebih jelas peran Ijma’dalam menentukan suatu hukum, kita akan membahas
Imam Abu Hanifah (pendiri mazhab Hanafi) berpendapat : praktik homoseksual tidak dikategorikan zina dengan alasan: Pertama: karena tidak adanya unsur (kriteria) kesamaan antara keduanya. unsur menyia-nyiakan anak dan ketidakjelasan nasab(keturunan) tidak didapatkan dalam praktik homoseksual. Kedua: berbedanya jenis hukuman yang diberlakukan para sahabat (sebagaimana di atas). Berdasarkan kedua alasan ini, Abu Hanifah berpendapat bahwa hukuman terhadap pelaku homoseksual  adalah ta’zir (diserahkan kepada penguasa atau pemerintah). [al hidayah syarhul bidayah7/194-196, fathul qadir juz : 11 hal : 445-449 dan al mabsuth juz :11 hal : 78-81] Menurut Muhammad Ibn Al Hasan As Syaibani dan Abu Yusuf (murid Abu Hanifah) : praktik homoseksual dikategorikan zina, dengan alasan adanya beberapa unsur kesamaan antara keduanya, seperti: Pertama, tersalurkannya syahwat pelaku. Kedua, tercapainya kenikmatan (karena penis dimasukkan ke lubang dubur). Ketiga, tidak diperbolehkan dalam Islam. Keempat, menumpahkan (menya-nyiakan) air mani. Berdasarkan alasan-alasan tersebut, Muhammad Ibn Al Hasan dan Abu Yusuf  berpendapat bahwa hukuman terhadap pelaku homoseksual sama seperti hukuman yang dikenakan kepada pezina, yaitu: kalau pelakunya muhshan (sudah menikah), maka dihukum rajam (dilempari dengan batu sampai mati), kalau gair muhshan (perjaka), maka dihukuman cambuk dan diasingkan selama satu tahun.  [dalam al hidayah syarhul bidayah 7/194-196, fathul qadirjuz : 11 hal : 445-449 dan al mabsuth juz :11 hal : 78-81] Menurut Imam Malik praktek homoseksual dikategorikan zina dan hukuman yang setimpal untuk pelakunya adalah dirajam, baik pelakunya muhshan (sudah menikah) atau gair muhshan (perjaka). Ia sependapat dengan Ishaq bin Rahawaih dan As Sya’bi. [minahul jalil, juz : 19 hal : 422-423]
Menurut Imam Syafi’i, praktik homoseksual tidak dikategorikan zina, tetapi terdapat kesamaan, di mana keduanya sama-sama merupakan hubungan seksual terlarang dalam Islam. Hukuman untuk pelakunya: kalau pelakunya muhshan (sudah menikah), maka dihukum rajam. Kalau gair muhshan (perjaka), maka dihukum cambuk 100 kali dan diasingkan selama satu tahun. Hal tersebut sama dengan pendapat Said bin Musayyib, Atha’ bin Abi Rabah, An Nakha’I, Al Hasan dan Qatadah. [al majmu’ juz : 20 hal : 22-24 danal hawi al kabir, juz : 13 hal : 474-477] Menurut Imam Hambali, praktik homoseksual dikategorikan zina. Mengenai jenis hukuman yang dikenakan kepada pelakunya beliau mempunyai
nya secara sederhana. 3. Ijma’ Sebagai Konsep Hukum Kalau kita telaah referensi-referensi yang menjadi sumber dasar penetapan hukum Islam, maka di antara instrument hukum tersebut adalah Ijma’.  Posisi kekuatannya sebagai sumber hukum menempati urutan ketiga setelah Al-Quran dan As-Sunah. Ijma’ lahir dan muncul setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW. Ijma’ merupakan kesepakatan para mujtahid (ahli ijtihad) setelah wafatnya Rasulullah terhadap suatu kasus hukum dalam suatu masa. Jadi yang menentukan suatu hukum sudah menjadi Ijma’ atau belum adalah paramujtahid (ahli ijtihad) yang berkompeten dalam bidangnya. Dus, bukan orang-orang sembarangan. Mereka adalah orang-orang memiliki syarat-syarat baku yang mendukungnya untuk memahami nash-nash (Al-Quran dan As-Sunah) dan mengaitkannnya dengan realita, seperti menguasai ilmu-ilmu seperti bahasa Arab,maqasidus syari’ah, fikih dan ushul fikih, ilmu tafsir dan lain sebagainya disebutkan dalam ushul fikih. BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Dalam kesimpulan makalah ini, maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagaimana pembahasan diatas atara lain: 1. Pernikahan adalah upacara pengikatan janji nikah yang dirayakan atau dilaksanakan oleh dua orang(Pria dan Wanita) dengan maksud meresmikan ikatan perkawinan secara norma agama, norma hukum, dan norma sosial. Upacara pernikahan memiliki nilai sakral banyak ragam dan variasi menurut tradisi suku bangsa, agama, budaya, maupun kelas sosial. Penggunaan adat atau aturan tertentu kadang-kadang berkaitan dengan aturan-aturan atau hukum agama tertentu pula. 2. Sedangkan istilah lain Homosek dan Lesbian sering disebut menggunakan istilah ’homophili’ (philein=mencintai).  Sedangkan definisi umum adalah seorang homophil ialah seorang pria atau wanita, tua atau muda, yang tertarik atau jatuh cinta kepada orang yang berjenis kelamin sama, dengan tujuan mengadakan persatuan hidup, baik untuk sementara maupun untuk selamanya. 3. Sedangkan menurut Al-Qur’an mengemukakan cirri-ciri Kaum Homosek dan lesbian kedalam beberapa cirinya yaitu: a. Tabiat mereka terbalik dengan fitrah yang ALLOH SWT berikan pada manusia. b. Hilangnya rasa malu pada dirinya terhadap manusia. c. Pikiranya selalu mengajak ketindakan yang keji. d. Mereka disebut sebagai orang-orang yang melampaui batas. 3. Sedangkan aspek yang mendasari mereka melakukan Homoseksul dan Lesbian ada 2 aspek: a. Aspek Bawaan. Tabiat yang terbentuk sejak dari kecil b. Aspek Lingkungan. Tabiat yang terbentuk oleh lingkungan dimana orang tersebut tinggal. Sedangkan menurut peraturan Undang-Undang di Indonesia yang disebut pernikahan adalah antara (Pria dan Wanita) jadi Pernikahan Homoseksual dan Lesbian di anggap tidak sah dan menyalahi peraturan hukum yang berlaku. 4. Sedangkan menurut peraturan Sariat Islam bahwa perbuatan para pelaku Homosek dan Lesbian termasuk kedalam kaum Nabi Luth yang di golongkan kedalam orang yang melampaui batas serta di ajab yang pedih, Sedangkan menurut beberapa Hadist perbuatan tersebut dihukum Mati. B. Saran
Setelah menyelasaikan pembahasan dalam makalah tentang pernikahan Homosek dan Lesbian maka penulis dapat memberi saran baik pada pelaku (Kaum Nabi Luth) dan orang-orang yang berada dilingkungan komunitas para pelaku homosek dan Lesbian antara lain: A. Bagi Para pelaku Homosek dan Lesbian: Agar segara bertaubat kepada ALLAH SWT. Menjauhi perbuatan hina tersebut Melakukan terapi untuk menyembuhkan penyakit tersebut. B. Bagi orang-orang yang berada pada lingkungan Homosek dan Lesbian. Agar segera menjauhi lingkungan terasebut karena dikhawatirkan akan tertulari prilaku tersebut Membenci prilaku tersebut. DAFTAR PUSTAKA http://id.wikipedia.org/wiki/Pernikahan http://homseks.blogspot.com/2010/08/definisi-homoseksual.html http://fdj-indrakurniawan.blogspot.com/2011/03/makalah-homoseks-dan-lesbian.html http://attanzil.wordpress.com/2008/07/31/homoseks-dan-lesbi-di-tinjau-dari-syariat-islam-1/ http://id.wikipedia.org/wiki/Homoseksualitas http://www.republika.co.id/berita/humaira/ibu-anak/13/11/23/mwpn7k-penyebab-homo-dan-lesbi-lingkungan-lebih-bahaya-dari-hormon http://health.detik.com/read/2010/03/15/180058/1318755/766/2/bisakah-perilaku-gay-menular http://id.wikipedia.org/wiki/Homoseksualitas http://id.wikipedia.org/wiki/Hak_LGBT_di_Indonesia http://kaferemaja.wordpress.com/2008/07/28/hukum-islam-terhadap-homoseks-dan-lesbian/ http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt50c9f71e463aa/hukum-perkawinan-sesama-jenis-di-indonesia http://attanzil.wordpress.com/2008/07/31/homoseks-dan-lesbi-di-tinjau-dari-syariat-islam-1